Pendakian Empat Sekawan
Hai!
Ini malam akhir bulan. Waktunya para anak kos yang kehabisan uang berharap fajar segera menyingsing dan angka-angka di rekeningnya kembali berisi. Tapi, itu bukan saya. Kalau saya sih baru aja pulang dari rumah orang-orang tercinta sambil bawa sebagian 'cinta' mereka. Ada yang cintanya merah muda, biru terang, dan juga hijau. Semuanya tersimpan rapi dibalik benda bernama dompet. Hahahaha..
Pembukaan yang aneh sebenarnya. Alasan sebenarnya tulisan ini dibuat adalah target saya untuk selalu update blog minimal sebulan sekali. Makanya, tadi di awal bahas-bahas akhir bulan segala. Gak boleh dibiasakan jadi deadliner ya, adik-adik semua, kecuali memang kepepet.
Langsung masuk aja ya ke ceritanya. Pernahkan kalian mendengar cerita tentang empat sekawan yang menaklukan dunia? Jawabannya yang pasti bukan tentang Coboy Junior. Pasti tau dong berita keluarnya Bastian dari Cowboy Junior makanya nama mereka ganti jadi CJR. Nah, kalau kalian cerdas dengan IQ > 139, kalian tau ini cerita pasti tentang yang punya blog. Nggak naklukin dunia juga, sih. Cuma Gunung Tangkuban Perahu di utara Kota Bandung.
Begini ceritanya...
Empat mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia, sebut saja UI, berencana berlibur ke Bandung. Selain ingin menikmati suasana kota yang sejuk dan mencicipi kulinernya, mereka juga ingin mendaki gunung yang halal, bukan gunung yang bukan-bukan. Mereka adalah...
Calfin Murrin
NPM : 120xxxxxxx
Perutnya tambun, kalau gak mau dibilang gendut. Wajahnya imut, dengan senyum menawan yang seakan-akan ditempel di sana pakai super glue. Matanya sipit, melengkapi karakter oriental khas keturunan Tionghoa. Murrin adalah mahasiswa asal Jambi yang murah senyum, tapi kata-katanya seringkali lebih pedas dari sambal di kantin fakultas. Tipe orang yang blak-blakan dan berani menuturkan kejujuran.
Murrin ini orang yang bertanggung jawab membuat pendakian ini terjadi. Dia orang yang pertama mengusulkan mendaki gunung selagi berlibur di Bandung. Dengan bekal lari pagi dua kali seminggu, Murrin yakin dia kuat mencapai puncak kejayaan. Selama mendaki, Murrin ini tipe 'lambat asal selamat'. Meskipun kebanyakan di belakang, gak pernah ada keluhan selama perjalanan.
Penampakan Murrin |
Herlizar Rachman
NPM : 120xxxxxxx
Tingginya hampir dua meter. Berkulit gelap dengan badan tegap berisi. Kalau bicara sama berwibawanya dengan dosen. Biasanya dipanggil Icang sama teman-temannya. Sama keluarganya juga. Kadang sama dosen juga sih. Pokoknya panggilannya Icang. Lahir dan besar di Nganjuk, Icang lebih dulu jatuh cinta sama kereta daripada perempuan. Segala sesuatu yang berhubungan sama perkereta-apian tanah air pokoknya Icang udah khatam. Boleh dites deh kalau mau.
Biarpun bermuka garang, Icang ini penyayang dan orangnya baik bangetz. Pake Z. Minta tolong apapun pasti dibantu sama Icang. Kalau Anda sedang beruntung, Icang suka mentraktir makanan. Itu juga khusus buat yang kenal sih. Kemarin waktu mendaki, awalnya Icang diragukan. Tapi darah militer keluarga Icang ternyata terbukti lewat ketangguhannya selama pendakian. Bisa dibilang orang yang kemarin paling besar tantangannya itu Icang berhubung kalau gak salah akhir-akhir ini Icang kurang olahraga.
Ini Icang |
Claudio Faldo Mancini
NPM: 120xxxxxxx
Mukanya kalem banget. Bicara seperlunya. Sekalinya bicara pasti ngena gitu. Banyak juga tau hal-hal yang jarang diketahui orang lain. Gak heran banyak mahasiswi-mahasiswi berebut pengen kenal sama orang yang biasa dipanggil Col ini. Menurut pengakuan Col, butuh tidur selama 8 - 9 jam untuk menjaga karisma dia. Kalau dilanggar, akibatnya fatal. Bisa-bisa mengantuk selama kuliah.
Col ini kalau di film How To Train Your Dragon masuk kategori Night Fury alias misterius. Tapi yang pasti, Col udah pernah mendaki banyak gunung. Gak heran selama pendakian kemarin sering menjadi pemimpin rombongan. Bahkan, berkat instingnya yang kuat, kita berhasil mencapai puncak.
Col Lagi Istirahat |
Ilman Dzikri
NPM: 120xxxxxxx
---------- SENSOR ----------
---------- DEMI NETRALITAS TULISAN ----------
Bukan Promosi Air Pegunungan |
Setelah kenal semua tokoh yang bakal muncul dalam ceritanya, kita langsung simak aja petualangan mereka menaklukkan Gunung Tangkuban Perahu.
Babak I : Menuju Kaki Gunung
Sebelum memulai pendakian, kita yang menuju Lembang menggunakan angkutan kota harus turun di Jayagiri. Di sini kebetulan ada dua mini market yang selalu berdampingan (if you know what I mean) tempat kita beli perbekalan berupa air mineral dan roti. Selain beli perbekalan buat kita, Icang juga beli lem buat sepatunya yang sejak berangkat sudah megap-megap minta jatah. Setelah siap, mulailah perjalanan kita melewati pemukiman warga dengan jalanan aspal yang mulai menanjak. Jalur ini bisa dibilang tidak punya basa basi. Dari awal langsung penuh tanjakan terjal yang tidak memberi kesempatan untuk kaki melakukan pemanasan. Untungnya, perjalanan sampai kaki gunung memiliki pemandangan indah di sekitarnya sehingga semuanya tampak menikmati perjalanan ini. Kita juga sesekali istirahat sambil menikmati pemandangan tersebut. Senyum terlihat mewarnai wajah kami semua saat itu.
Persiapan Sebelum Perjalanan |
Mulai Melangkah |
'Menunggu' |
Semangat! |
Berpose Dulu Ah.. |
Masuk Hutan Pinus |
Bisa Lihat Boscha Dari Atas |
Sampai Kaki Gunung |
Babak II : Tersesat
Babak III : Menuju Puncak
Selesai lewat hutan pinus, kita mulai masuk hutan yang juga merupakan kaki gunung. Perlu diingat, satu-satunya orang yang tau jalan di rombongan itu cuma saya. Meskipun sejak SMP saya sering jalan-jalan ke sana, udah lebih dari dua tahun saya gak pernah ke sana lagi. Kemarin itu sebenarnya agak takut juga sih kalau kita tersesat karena saya lupa jalan. Bahkan sebelum masuk hutan pun kita salah jalan karena saya buru-buru belok masuk hutan padahal itu belokan yang salah. Eh, ternyata yang ditakutkan kejadian juga. Setelah masuk hutan, awalnya kita masih beriman (maksudnya berada di jalan yang benar) karena jalannya masih familiar. Begitu kita ketemu cabang jalan, mulai deh iman kita diserang keraguan. Untungnya, sebelum kita ada rombongan motor trail yang lagi main ke sana juga. Jadinya kita bisa ikutin jejak mereka. Lama kelamaan, karena yakin sama jalur itu motor trail, kita ikutin terus tuh jalur mereka.
Tapi, kemudian saya yang pernah ke sana sebelumnya mulai gak yakin karena setelah jalan lama gak ada lagi tanda-tanda jalan yang familiar. Karena saya mulai ragu, Col minta kita ikutin jalan lain aja yang memang banyak di sana. Soalnya, menurut Col, selama jalannya ke atas pasti sampai puncak. Setuju sama Col, kita semua masuk ke jalur baru yang sama sekali gak ada yang tau ujungnya di mana. Setelah mendaki kurang lebih setengah jam, jalurnya semakin ekstrem dan kita jadi ragu karena gak ada tanda-tanda jalur itu sering dilewati orang. Dalam keraguan itu, kita ketemu sama rombongan lain yang secara kebetulan adalah kenalan lama saya. Sialnya, rombongan itu turun dan belum sampai ujung jalur yang kita lalui. Semakin yakin lah rombongan kita. Bukan sama jalur pendakiannya, melainkan yakin kalau jangan-jangan kita itu tersesat. Masih mending lah kalau misalnya kita muncul di koran dengan judul "Empat Mahasiswa Tersesat dan Hilang di Gn. Tangkuban Perahu". Tapi kalau yang muncul itu "Tidak Siap Menghadapi UTS, Empat Mahasiswa Lari dan Menghilang di Gunung" kan gak elit banget. Bikin malu almamater pula kalau kayak gitu sih.
Kemudian kita bersepakat untuk terus ikutin jalur tersebut sampai maksimal tengah hari. Lewat tengah hari, sampai ke puncak atau nggak kita bakal turun lewat jalan yang sama. Setelah itu suasananya jadi agak tegang gimana gitu. Perasaan tegang kalau-kalau kita hilang di hutan, keinginan dan optimisme untuk sampai puncak, lelah yang semakin menjadi karena jalan makin terjal, semuanya jadi satu. Langkah semakin dipercepat. Namun, jalan yang makin sulit dengan kontur terjal itu seringkali membuat kita semakin lelah juga. Karena ada batasan waktu yang kita sepakati, mau gak mau semua dipaksa untuk berusaha lebih keras melawan kelelahannya masing-masing. Saking tegangnya situasi waktu itu, kita bahkan gak sempat foto-foto dan lebih banyak diam selama perjalanan. Selain suara hewan-hewan hutan dan angin, hanya ada suara napas kita yang terengah-engah.
Pertama Masuk Hutan |
Jalan Orang-Orang yang Lurus |
Dicari: Orang Hilang (Sementara) |
Babak III : Menuju Puncak
Puji syukur meskipun kemarin sempat tersesat, kita masih diberikan kesempatan untuk bertaubat (maksudnya kembali ke jalan yang benar) dan ketemu jalan menuju puncak. Tapi tenang aja, di jalan menuju puncak ini gak ada anggota rombongan kita yang tereliminasi. Gak kaya ajang pencarian bakat yang tiap episodenya para peserta bawa koper siap-siap kalau dipulangkan. Nah, setelah ketemu jalan yang familiar buat saya itu, kita bisa lanjut ke puncak. Gak berapa lama, kita berhasil sampai di puncak gunung yang tingginya 2.076 mdpl itu. Begitu sampai di sana, semua kelelahan sirna berganti keceriaan, bagai langit yang diwarnai pelangi setelah hujan badai. Saat itu angin bertiup dari kawah ke arah puncak. Membawa pergi kabut yang sebelumnya menutupi pemandangan di sana. Bau belerang khas gunung aktif pun melengkapi suasana.
Ternyata, di sana juga ada bapak-bapak rombongan motor trailer yang sebelumnya kita ikutin. Seharusnya kita ikut mereka aja tau kayak gitu. Soalnya, mereka sampai sana lewat jalan yang seharusnya saya ingat.Di puncak sana, kita berbagi perbekalan alias dua bungkus roti yang dibawa dari bawah. Biarpun di bungkusnya tertulis rasa keju dan coklat, tapi rasanya jauh lebih enak dari itu. Maklum, mata dan lidah dimanjakan pada saat yang bersamaan. Jadi efek kenikmatannya terakumulasi gitu deh. Karena gak afdhal kalau momen semacam itu gak diabadikan, kita 'sedikit' mendokumentasikan suasana di sana. Walaupun sebenarnya kita sih yang lebih banyak didokumentasikan. Selesai makan, istirahat, dan puas menikmati pemandangan di atas puncak sana, kita harus mulai turun ke lokasi wisatanya untuk pulang menggunakan kendaraan umum yang banyak berkeliaran di sana. Selain itu, kita juga gak bisa terlalu lama di puncak takutnya hujan turun. Jalanannya makin ekstrem kalau basah.
Ternyata, di sana juga ada bapak-bapak rombongan motor trailer yang sebelumnya kita ikutin. Seharusnya kita ikut mereka aja tau kayak gitu. Soalnya, mereka sampai sana lewat jalan yang seharusnya saya ingat.Di puncak sana, kita berbagi perbekalan alias dua bungkus roti yang dibawa dari bawah. Biarpun di bungkusnya tertulis rasa keju dan coklat, tapi rasanya jauh lebih enak dari itu. Maklum, mata dan lidah dimanjakan pada saat yang bersamaan. Jadi efek kenikmatannya terakumulasi gitu deh. Karena gak afdhal kalau momen semacam itu gak diabadikan, kita 'sedikit' mendokumentasikan suasana di sana. Walaupun sebenarnya kita sih yang lebih banyak didokumentasikan. Selesai makan, istirahat, dan puas menikmati pemandangan di atas puncak sana, kita harus mulai turun ke lokasi wisatanya untuk pulang menggunakan kendaraan umum yang banyak berkeliaran di sana. Selain itu, kita juga gak bisa terlalu lama di puncak takutnya hujan turun. Jalanannya makin ekstrem kalau basah.
Ini Nih yang Dicari |
Ini Penampakan Saat Cerah |
Yang Haus.. Yang Haus.. Yang Haus.. |
Murrin Si Murah Senyum |
Icang Si Dermawan |
Col Si Misterius |
Ilman Sie. Dokumentasi |
Empat Sekawan |
Selfie Episode 1 |
Selfie Episode 2 |
Selfie Edisi Rame-Rame |
Babak IV : Pulang
Bagaikan pertapa, setelah selesai istirahat di puncak kita turun gunung. Turun ke daerah wisata buat mencari kendaraan pulang. Mungkin karena jalannya bebas tanjakan, bagian ini terasa lebih mudah dan tentunya lebih cepat. Tapi harus tetap hati-hati, karena jalurnya persis di pinggiran kawah. Kalau ceroboh bisa-bisa masuk ke kawah, keluarnya di koran dan acara-acara berita. Dari tempat wisata, kita berhasil mencegat angkutan umum. Tenang, kita mencegatnya gak pakai celurit atau golok. Cukup dengan lambaian lembut tangan saya. Selanjutnya kita tinggal duduk manis di dalam angkutan umum sampai Lembang untuk ganti kendaraan menuju Bandung. Sialnya, ternyata di liburan panjang akhir pekan kemarin jalanan penuh banget. Efeknya ya itu, macet di mana-mana. Sebenarnya cuma di satu tempat sih. Jalan Raya Lembang yang merupakan jalan satu-satunya menuju Bandung. Berkah macet ini adalah kita ditraktir makan siang yang kesorean sama Icang. Kita makan mie baso yang cukup lezat di Lembang. Tapi, efeknya kita baru sampai Bandung malam hari dengan kondisi pantat rata gara-gara kelamaan duduk. Hikmahnya, kita belajar sabar. Hhhh..
Itulah cerita liburan kemarin bersama tiga kawan saya yang menyenangkan. Buat kalian yang ingin mengenal temannya lebih baik lagi, naik gunung boleh dicoba. Ada pepatah mengatakan, jika kita ingin mengenal seseorang, kita harus makan bareng, tidur (bermalam) bareng, dan melakukan perjalanan jauh bareng. Dengan begitu, sifat-sifat asli teman kita akan muncul dan kita jadi kenal karakter mereka sebenarnya. Jadi, ditunggu, cerita naik gunung kalian! Dadah.
0 komentar: