Catatan Perjalanan #1 - Menemukan Keluarga Baru
Selamat malam, para jomblo pembaca!
Biasanya, orang yang habis bepergian jauh bawa oleh-oleh. Kalau saya, mencoba bawa cerita. Cerita perjalanan setahun terakhir yang membawa saya ke Eropa. Iya, kurang lebih sebulan yang lalu, saya bepergian ke Eropa, menghabiskan waktu empat minggu di sana, bertemu teman baru dari seluruh dunia, dan berkeliling ke tujuh kota di enam negara. Sebuah perjalanan luar biasa yang menjadi pengalaman sangat berharga, serta layak disebut sebagai "life changing experience". Perjalanan yang berawal dari sebuah mimpi sederhana untuk melihat dunia di luar sana.
"Model United Nations (MUN), like love, is easier to experience than to explain."
Entah kenapa, setiap kali ditanya apa itu MUN, saya selalu butuh waktu lima detik untuk memilih cara terbaik dalam menjelaskannya, meskipun saya sudah berkali-kali mengikuti kegiatan ini. Terlebih lagi kalau yang bertanya adalah orang yang gak begitu paham sama dunia hubungan internasional. Biasanya sih, jawaban saya kurang lebih kayak gini: "MUN itu simulasi sidang PBB, yang mana pesertanya akan merepresentasikan suatu negara dalam mencari solusi bersama untuk isu-isu global. Selama simulasi, setiap peserta akan mencari solusi terbaik dengan tetap berusaha menjaga kepentingan nasionalnya.". Kalau yang bertanya masih bingung dengan jawaban itu, saya akan coba dengan jawaban lain kayak gini: "MUN itu konferensi yang kita, pesertanya, pura-pura jadi diplomat di PBB buat nyari solusi isu-isu global.". Biasanya setelah jawaban kedua itu, gak ada lagi sih yang bingung. Kata-kata "pura-pura jadi diplomat" nampaknya kata-kata yang paling mudah dipahami oleh orang awam.
Siapa sangka, kegiatan yang dikenalkan senior HI pada tahun pertama kuliah ini, ternyata jadi jalan saya untuk menjejakkan kaki di Benua Biru. Jadi ceritanya, di kampus UI, yang namanya MUN itu sudah berkembang cukup pesat. Melalui Unit Kegiatan Mahasiswa bernama UI MUN Club, minat mahasiswa terhadap kegiatan ini disalurkan. Selain itu, melalui UI MUN Club pula, UI memilih dan mengirimkan delegasinya ke International MUN semacam World MUN, Harvard National MUN, Asia-Pasific MUN Conference, dan The European International MUN. Dari sekian banyak pilihan itu, The European International MUN atau yang dikenal dengan nama TEIMUN adalah ajang MUN yang paling menarik buat saya. Kenapa? Selain karena Delegasi UI untuk TEIMUN selalu membawa pulang banyak penghargaan setiap tahunnya, tempat dilaksanakannya, yaitu Den Haag, merupakan "The Capital City of Peace and Justice". Apalagi, saya pribadi punya cita-cita ingin sekali berkunjung ke negara yang entah mengapa jadi negara impian saya, yaitu Jerman. Dalam otak saya, mengunjungi Eropa melalui TEIMUN merupakan batu loncatan untuk menuju cita-cita tersebut.
Jangan pikir menjadi delegasi UI itu mudah. Apalagi jadi bagian dari UI TEIMUN Team, delegasi UI yang terkenal dengan tradisi juara dan kekeluargaannya yang kuat. Setiap tahun, alumni UI TEIMUN Team melakukan seleksi anggota baru, yang akan menjadi delegasi UI untuk TEIMUN tahun selanjutnya. Gak tanggung-tanggung, seleksi dibuka untuk seluruh mahasiswa aktif dari seluruh fakultas dan juga seluruh angkatan. Mungkin, bagi UI TEIMUN Team, semakin banyak pendaftar, semakin besar pula kemungkinan terpilihnya delegasi terbaik, apalagi jika prosesnya yang ketat dan kompetitif.
Waktu itu, tepatnya setahun yang lalu, saya baru saja memulai tahun kedua saya di HI UI. Berita kemenangan delegasi UI yang seperti biasa menjadi juara umum TEIMUN semakin terasa gaungnya. Terlebih, salahsatu anggota delegasi yang saat itu meraih penghargaan adalah senior saya sendiri, yaitu Cazadira Fediva a.k.a Kak Azira (kelak jadi pelatih saya) yang mendapatkan penghargaan Best Delegate di konsil General Assembly TEIMUN 2013. Selain itu, ada juga Terry Muthaharri a.k.a Kak Terry, pelatih debat saya untuk NNDC 2012 sekaligus ketua tim seleksi UI TEIMUN Team yang rajin banget mengajak saya untuk ikut seleksinya. Merasa itu panggilan hati, meskipun bukan jomblo, saya akhirnya mendaftarkan diri dalam seleksi UI TEIMUN Team 2014.
ROUND 1 - Seleksi Berkas
Tahap seleksi ini tuh buat saya masih kayak iseng-iseng berhadiah. Syarat seleksinya gampang, hanya harus mengumpulkan curriculum vitae sesuai format yang diberikan dan membuat esai bebas tentang isu atau topik internasional. Jangan tanya esainya dalam bahasa apa, karena sebelum ditanya, saya kasih tahu sekarang kalau esainya itu dalam bahasa Inggris. Kenapa rasanya kayak iseng-iseng berhadiah? Soalnya di fase ini, syaratnya masih gampang. Bikin curriculum vitae, kesulitannya apa sih? Kalau saya paling butuh melamun sedikit untuk mengingat pengalaman organisasi dan pencapaian. Biar kelihatan penuh dan berbobot gitu deh CV-nya. Untuk esai, itu kan mirip-mirip sama tugas kuliah di HI, masalah topiknya, masa sih anak HI gak ikutin berita internasional. Satu hal lagi yang bikin fase ini jadi fase iseng-iseng berhadiah adalah karena kita tahu banyaknya orang yang ikut seleksi dan kita sadar bahwa mungkin yang daftar banyak yang lebih keren berkasnya. Alhasil, perasaan pun jadi nothing to lose karena ya udah sih, masih fase pertama juga, belum sampai repot-repot segala juga.
Pas menjelang pengumuman, bohong sih kalau bilang gak dag-dig-dug. Meskipun sadar diri kalau kemampuan diri belum mumpuni, harapan diterima itu kuat banget. Setelah komat-kamit sambil mengunyah permen karet, ternyata saya lolos fase ini. Dengar-dengar kabar burung, tepatnya dari Kak Terry (bukan burungnya Kak Terry loh, ya), jumlah pendaftar seleksi di fase ini mencapai 90 orang mahasiswa se-UI dari berbagai fakultas dan angkatan. Sedangkan yang diterima, hanya 30 orang.
ROUND 2 - Wawancara
Keep smile! Itu motto saya saat menjalani seleksi tahap kedua ini. Setelah jumlah calon delegasi berkurang menjadi 30 orang, suasana kompetitif mulai terasa. Di fase ini, tugas kita para pendaftar cuma satu. Jual diri. Alasannya, di fase ini, kita ditanya komitmen terhadap tim dan kesiapan diri dari berbagai aspek apabila kita menjadi delegasi. Dengan menjual diri dengan cara baik-baik, itulah satu-satunya cara meyakinkan para alumni UI TEIMUN Team bahwa kita layak dan pantas untuk dipilih. Nah, masalahnya buat saya, kemampuan bahasa Inggris saya masih agak tumpul waktu itu. It was my second time I was interviewed in English. Pertama kalinya adalah waktu wawancara seleksi anggota baru ISAFIS. Kelemahan utamanya terutama ketika ngomong bahasa Inggris, otak saya masih dalam mode menerjemahkan apa yang akan diucapkan. Jadinya, selalu ada jeda antara mikir dan ngomong. Ditambah lagi karena di fase ini seakan-akan kita telah mendapatkan harapan, suasananya jadi bikin grogi. Untuk itu, saya gunakanlah motto di atas. Di dalam otak cuma ada kata-kata "pokoknya senyum!". Motto ini sebenarnya strategi saya untuk menjual diri. Selain karena dengan senyuman kita bisa membuat kesan pertama yang baik, senyum juga mengurangi rasa grogi dan bisa jadi cara saya mengulur waktu saat otak menerjemahkan jawaban wawancara di otak saya jadi ucapan.
Sebagaimana seluruh manusia di muka bumi, saya tidak suka diberi harapan palsu. Dengan alasan itulah saya merasa sangat galau dalam masa penantian pengumuman fase ini. Gimana nggak, orang yang lolos ke dalam fase ini pasti berpikir bahwa mereka telah satu langkah lebih dekat untuk menjadi delegasi. Jurus saya ketika menunggu pengumuman ini adalah minta doa sama Bunda. Ibarat Bus Antar Kota Antar Provinsi "Do'a Ibu" yang bisa mengantarkan para penumpangnya ke tujuan, doanya Bunda juga biasanya manjur di saat-saat genting dan penting semacam ini. Dan ketika saya dinyatakan lolos seleksi ini, perasaan saya senang bercampur takut. Senang karena tujuannya semakin dekat, dan takut karena saya tahu ini akan menjadi penyesalan jika saya gagal. Dari 30 orang yang berhasil sampai tahap ini, hanya 15 orang yang bisa lanjut ke tahap selanjutnya.
ROUND 3 - Simulasi
Tahap ini sejujurnya adalah tahap paling serius, menegangkan, merepotkan, dan melegakan di akhirnya. Di fase ini, saya harus benar-benar meluangkan waktu untuk membaca study guide, riset isu dan negara, serta membuat position paper. Hal yang paling menyeramkan dari fase ini adalah karena di daftar nama orang-orang yang lolos ke tahap ini, ada nama-nama senior yang saya kenal dan tahu betul bahwa mereka adalah veteran-veteran MUN atau debat. Rasanya kayak jari kejepit pintu! Sakitnya di sini (sambil nunjuk telunjuk). Perasaannya sama kayak kita mau lomba lari di tingkat RW, eh, taunya Usain Bolt ikutan lombanya. Pupus dong harapan kita menang piala tingkat RW tadi. Tapi bukan pejuang dong namanya kalau menyerah sebelum bertanding. Simulasi pun disiapkan sematang mungkin. Dari mulai baca study guide sampai paham isunya, baca-baca artiket buat riset, sampai menulis position paper sebaik mungkin. Dor! Datanglah waktu simulasi. irama jantung yang biasanya senam poco-poco berubah jadi irama marching band. Simulasi ini ada dua bagian, satu sesi sebelum makan siang dan satu sesi setelah makan. Di sesi pertama, terpana dengan kehebatan para veteran tadi, saya malah keasyikan 'menonton' simulasinya. Barulah menjelang sesi kedua, saya mulai sadar dan mengejar ketertinggalan itu. Di sesi kedua, nggak ada lagi yang tersisa, semua kemampuan dikeluarkan untuk menunjukkan kemampuan yang saya miliki. Setelah simulasi dan sesi foto, rasanya lega banget. Meskipun masih harus menunggu pengumuman, setidaknya semua fase sudah terlewati.
Setelah menonton video pengumuman itu, saya sontak berlari menemui Ayah dan Bunda untuk memberi kabar bahwa saya jadi delegasi UI untuk TEIMUN. Bayangkan ada remaja tanggung lari-lari di resepsi pernikahan sambil ngomong, "Ayah, Bunda, Ilman bakalan ke Eropa!" ke orang tuanya. Adegan itu dilakukan persis kayak orang kampung yang mau ke kota terus teriak-teriak, "Mak, Abdul bakalan ke kota, Mak!". Kira-kira kayak gitu deh.
Kalau kalian cerdas, sebenarnya kalian tahu apa ujung cerita ini karena saya yang baru saja pulang dari Eropa pasti lolos semua tahap selekskinya. Tapi ada satu hal yang kalian tidak sadari dan bahkan baru saya sadari. Bahwa perjalanan saya ini tidak dimulai di Amsterdam ataupun ketika seluruh tim berangkat ke Belanda. Perjalanan ini dimulai dengan proses seleksi yang ternyata sekaligus proses menemukan keluarga baru. Karena proses seleksi inilah yang memberikan saya kesempatan bertemu Tita, Kak Azira, Kak Okky, Mba Nadia, Dinda, Patty, Adeline, Victoria, dan Garlan (yang kemudian mengundurkan diri) sebagai keluarga baru saya. Keluarga baru bernama UI TEIMUN Team 2014.
Jangan pikir menjadi delegasi UI itu mudah. Apalagi jadi bagian dari UI TEIMUN Team, delegasi UI yang terkenal dengan tradisi juara dan kekeluargaannya yang kuat. Setiap tahun, alumni UI TEIMUN Team melakukan seleksi anggota baru, yang akan menjadi delegasi UI untuk TEIMUN tahun selanjutnya. Gak tanggung-tanggung, seleksi dibuka untuk seluruh mahasiswa aktif dari seluruh fakultas dan juga seluruh angkatan. Mungkin, bagi UI TEIMUN Team, semakin banyak pendaftar, semakin besar pula kemungkinan terpilihnya delegasi terbaik, apalagi jika prosesnya yang ketat dan kompetitif.
Waktu itu, tepatnya setahun yang lalu, saya baru saja memulai tahun kedua saya di HI UI. Berita kemenangan delegasi UI yang seperti biasa menjadi juara umum TEIMUN semakin terasa gaungnya. Terlebih, salahsatu anggota delegasi yang saat itu meraih penghargaan adalah senior saya sendiri, yaitu Cazadira Fediva a.k.a Kak Azira (kelak jadi pelatih saya) yang mendapatkan penghargaan Best Delegate di konsil General Assembly TEIMUN 2013. Selain itu, ada juga Terry Muthaharri a.k.a Kak Terry, pelatih debat saya untuk NNDC 2012 sekaligus ketua tim seleksi UI TEIMUN Team yang rajin banget mengajak saya untuk ikut seleksinya. Merasa itu panggilan hati, meskipun bukan jomblo, saya akhirnya mendaftarkan diri dalam seleksi UI TEIMUN Team 2014.
ROUND 1 - Seleksi Berkas
Tahap seleksi ini tuh buat saya masih kayak iseng-iseng berhadiah. Syarat seleksinya gampang, hanya harus mengumpulkan curriculum vitae sesuai format yang diberikan dan membuat esai bebas tentang isu atau topik internasional. Jangan tanya esainya dalam bahasa apa, karena sebelum ditanya, saya kasih tahu sekarang kalau esainya itu dalam bahasa Inggris. Kenapa rasanya kayak iseng-iseng berhadiah? Soalnya di fase ini, syaratnya masih gampang. Bikin curriculum vitae, kesulitannya apa sih? Kalau saya paling butuh melamun sedikit untuk mengingat pengalaman organisasi dan pencapaian. Biar kelihatan penuh dan berbobot gitu deh CV-nya. Untuk esai, itu kan mirip-mirip sama tugas kuliah di HI, masalah topiknya, masa sih anak HI gak ikutin berita internasional. Satu hal lagi yang bikin fase ini jadi fase iseng-iseng berhadiah adalah karena kita tahu banyaknya orang yang ikut seleksi dan kita sadar bahwa mungkin yang daftar banyak yang lebih keren berkasnya. Alhasil, perasaan pun jadi nothing to lose karena ya udah sih, masih fase pertama juga, belum sampai repot-repot segala juga.
Pas menjelang pengumuman, bohong sih kalau bilang gak dag-dig-dug. Meskipun sadar diri kalau kemampuan diri belum mumpuni, harapan diterima itu kuat banget. Setelah komat-kamit sambil mengunyah permen karet, ternyata saya lolos fase ini. Dengar-dengar kabar burung, tepatnya dari Kak Terry (bukan burungnya Kak Terry loh, ya), jumlah pendaftar seleksi di fase ini mencapai 90 orang mahasiswa se-UI dari berbagai fakultas dan angkatan. Sedangkan yang diterima, hanya 30 orang.
ROUND 2 - Wawancara
Keep smile! Itu motto saya saat menjalani seleksi tahap kedua ini. Setelah jumlah calon delegasi berkurang menjadi 30 orang, suasana kompetitif mulai terasa. Di fase ini, tugas kita para pendaftar cuma satu. Jual diri. Alasannya, di fase ini, kita ditanya komitmen terhadap tim dan kesiapan diri dari berbagai aspek apabila kita menjadi delegasi. Dengan menjual diri dengan cara baik-baik, itulah satu-satunya cara meyakinkan para alumni UI TEIMUN Team bahwa kita layak dan pantas untuk dipilih. Nah, masalahnya buat saya, kemampuan bahasa Inggris saya masih agak tumpul waktu itu. It was my second time I was interviewed in English. Pertama kalinya adalah waktu wawancara seleksi anggota baru ISAFIS. Kelemahan utamanya terutama ketika ngomong bahasa Inggris, otak saya masih dalam mode menerjemahkan apa yang akan diucapkan. Jadinya, selalu ada jeda antara mikir dan ngomong. Ditambah lagi karena di fase ini seakan-akan kita telah mendapatkan harapan, suasananya jadi bikin grogi. Untuk itu, saya gunakanlah motto di atas. Di dalam otak cuma ada kata-kata "pokoknya senyum!". Motto ini sebenarnya strategi saya untuk menjual diri. Selain karena dengan senyuman kita bisa membuat kesan pertama yang baik, senyum juga mengurangi rasa grogi dan bisa jadi cara saya mengulur waktu saat otak menerjemahkan jawaban wawancara di otak saya jadi ucapan.
Sebagaimana seluruh manusia di muka bumi, saya tidak suka diberi harapan palsu. Dengan alasan itulah saya merasa sangat galau dalam masa penantian pengumuman fase ini. Gimana nggak, orang yang lolos ke dalam fase ini pasti berpikir bahwa mereka telah satu langkah lebih dekat untuk menjadi delegasi. Jurus saya ketika menunggu pengumuman ini adalah minta doa sama Bunda. Ibarat Bus Antar Kota Antar Provinsi "Do'a Ibu" yang bisa mengantarkan para penumpangnya ke tujuan, doanya Bunda juga biasanya manjur di saat-saat genting dan penting semacam ini. Dan ketika saya dinyatakan lolos seleksi ini, perasaan saya senang bercampur takut. Senang karena tujuannya semakin dekat, dan takut karena saya tahu ini akan menjadi penyesalan jika saya gagal. Dari 30 orang yang berhasil sampai tahap ini, hanya 15 orang yang bisa lanjut ke tahap selanjutnya.
ROUND 3 - Simulasi
Tahap ini sejujurnya adalah tahap paling serius, menegangkan, merepotkan, dan melegakan di akhirnya. Di fase ini, saya harus benar-benar meluangkan waktu untuk membaca study guide, riset isu dan negara, serta membuat position paper. Hal yang paling menyeramkan dari fase ini adalah karena di daftar nama orang-orang yang lolos ke tahap ini, ada nama-nama senior yang saya kenal dan tahu betul bahwa mereka adalah veteran-veteran MUN atau debat. Rasanya kayak jari kejepit pintu! Sakitnya di sini (sambil nunjuk telunjuk). Perasaannya sama kayak kita mau lomba lari di tingkat RW, eh, taunya Usain Bolt ikutan lombanya. Pupus dong harapan kita menang piala tingkat RW tadi. Tapi bukan pejuang dong namanya kalau menyerah sebelum bertanding. Simulasi pun disiapkan sematang mungkin. Dari mulai baca study guide sampai paham isunya, baca-baca artiket buat riset, sampai menulis position paper sebaik mungkin. Dor! Datanglah waktu simulasi. irama jantung yang biasanya senam poco-poco berubah jadi irama marching band. Simulasi ini ada dua bagian, satu sesi sebelum makan siang dan satu sesi setelah makan. Di sesi pertama, terpana dengan kehebatan para veteran tadi, saya malah keasyikan 'menonton' simulasinya. Barulah menjelang sesi kedua, saya mulai sadar dan mengejar ketertinggalan itu. Di sesi kedua, nggak ada lagi yang tersisa, semua kemampuan dikeluarkan untuk menunjukkan kemampuan yang saya miliki. Setelah simulasi dan sesi foto, rasanya lega banget. Meskipun masih harus menunggu pengumuman, setidaknya semua fase sudah terlewati.
Sesi Foto Seluruh Peserta Simulasi |
Gimana pengumannya? Penasaran? Ini agak lucu dan memalukan sih sebenarnya. Jadi tuh, pengumuman UI TEIMUN Team itu dilaksanakan di acara Grand General Assembly punyanya UI MUN Club. Sayangnya, pada waktu yang bersamaan saya harus menghadiri pernikahan sepupu saya di Bandung. Alhasil, saya gak bisa tahu pengumumannya secara langsung. Nah, sebagai pagar bagus (sesuai mukanya, bagus) tugas saya gak terlalu banyak tuh selama resepsi pernikahan. Jadinya saya bisa selalu cek Twitter untuk tahu kabar terbaru dari Depok. Sampai saat itu tiba. Sebuah notifikasi muncul di layar HP mengatakan bahwa akun @aufaahdan mengucapkan selamat pada saya karena terpilih sebagai anggota delegasi UI untuk TEIMUN. Awalnya saya gak percaya, kenapa, karena saya takut itu bercanda. Setelah tanya sana-sini, kepo sana-sini, dapatlah saya link video di bawah ini yang merupakan pengumuman resmi dari panitia seleksinya.
Setelah menonton video pengumuman itu, saya sontak berlari menemui Ayah dan Bunda untuk memberi kabar bahwa saya jadi delegasi UI untuk TEIMUN. Bayangkan ada remaja tanggung lari-lari di resepsi pernikahan sambil ngomong, "Ayah, Bunda, Ilman bakalan ke Eropa!" ke orang tuanya. Adegan itu dilakukan persis kayak orang kampung yang mau ke kota terus teriak-teriak, "Mak, Abdul bakalan ke kota, Mak!". Kira-kira kayak gitu deh.
Kalau kalian cerdas, sebenarnya kalian tahu apa ujung cerita ini karena saya yang baru saja pulang dari Eropa pasti lolos semua tahap selekskinya. Tapi ada satu hal yang kalian tidak sadari dan bahkan baru saya sadari. Bahwa perjalanan saya ini tidak dimulai di Amsterdam ataupun ketika seluruh tim berangkat ke Belanda. Perjalanan ini dimulai dengan proses seleksi yang ternyata sekaligus proses menemukan keluarga baru. Karena proses seleksi inilah yang memberikan saya kesempatan bertemu Tita, Kak Azira, Kak Okky, Mba Nadia, Dinda, Patty, Adeline, Victoria, dan Garlan (yang kemudian mengundurkan diri) sebagai keluarga baru saya. Keluarga baru bernama UI TEIMUN Team 2014.
Beneran Kayak Foto Keluarga |
Tradisi UI TEIMUN Team Makan di Sushi Tei |
Mba Nadia - Tori - Okky - Adeline |
Ngegosip Saat Latihan |
Team Building - Karaoke |
Team Building - Belanja Bareng |
Latihan di Kafe Karena UI Mati Lampu |
0 komentar: