Si Kaya dan Si Miskin
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un..
Tulisan ini ditulis dengan menggunakan Samsung Galaxy Ace, satu-satunya harta saya yang tersisa, setelah kemarin, Jum'at tanggal 28 Juni 2013, tas saya beserta isinya dicuri di Margo City, Depok.
Berawal dari rencana team building panitia Entrepreneur Is Me, sebuah acara di mana saya bertanggung jawab sebagai Project Officer, saya pergi dari rumah di Bandung menuju kampus tercinta di Depok. Pagi kemarin, setelah membantu mengeluarkan mobil dari garasi, saya berpamitan pada Bunda untuk pergi lagi, padahal baru seminggu saya di rumah. Selanjutnya, saya mandi dan memasukkan segala sesuatu yang perlu dibawa ke dalam tas, kecuali jaket. Laptop, modem, dompet, HP Nokia, earphone, dan semua charger lengkap di dalam tas. Tidak lupa, sebelum berangkat saya pamit juga pada Enin (nenek) seperti biasa. Pukul 09.00 saya berangkat dari Bandung menggunakan bis dan tiba di Depok pukul 13.06 setelah menghadapi kemacetan yang lumayan panjang di tol.
Sampai di FISIP, hal pertama yang saya lakukan adalah shalat dzuhur karena saya tidak shalat Jum'at berhubung dalam perjalanan. Barulah setelah itu saya bertemu dengan sebagian panitia yang kebanyakan belum saya kenal dekat. Ada Dean, Diaz, Reza, Christian, Alvin, Naya, dan Swanni. Karena sudah bersepakat hari itu team buildingnya berupa karaoke, kita langsung berangkat menuju NAV di Margo City. Kita ditambah Janet, karaoke selama dua jam, nyanyi lagu tema galau sampai dangdut, dan penuh tawa sesuai harapan.
Lelah teriak-teriak, kita memutuskan untuk makan di food court lantai atas. Setelah memesan makanan masing-masing, kita makan di dua meja yang disatukan. Saat makan, saya taruh tas di samping kursi. Selama makan, kita mengobrol banyak hal sampai keasyikan. Ketika kita memutuskan untuk kembali ke kampus, tiba-tiba kepanikan terjadi. Tas yang saya taruh di samping telah hilang. Dua detik pertama, saya tidak percaya tas itu hilang. Khas orang kebingungan saya lebih banyak diam. Teman-teman yang lain mencari pihak keamanan untuk melapor. Saya sendiri masih bingung harus melakukan apa. Ingat ada hp di dalam tas, saya coba telpon hp tersebut. Awalnya tersambung, lalu dimatikan dan akhirnya tidak aktif. Barulah saya yakin tas itu dicuri dan saya langsung menghubungi pihak keamanan untuk melihat rekaman cctv yang terdekat dari tempat duduk kami saat makan. Ada sedikit optimisme ketika saya bisa melihat rekaman untuk menemukan si pencuri dan mengambil kembali tas saya. Tapi sayangnya kekecewaan datang bertubi-tubi. Kamera yang resolusinya jelek, tidak fokus merekam satu titik, sampai lamanya waktu untuk melihat rekaman ulang. Pada saat saya menemukan dua rekaman yang mencurigakan, pada saat itu saya sadar bahwa tas itu tidak akan kembali. Ada rekaman dari kamera di pintu keluar yang menunjukkan seorang pria berjaket biru membawa tas hitam mirip dengan milik saya dan gerak-geriknya mencurigakan. Pencuri itu nampaknya sudah hilang karena ketika saya melihatnya di rekaman, itu sudah berselang satu jam sejak kejadian. Lagi pula setelah itu saya jadi tersadar usaha lapor keamanan ataupun melihat cctv tidak akan berguna karena tidak akan ditindaklanjuti pihak berwajib.
Usaha untuk ikhlas pun dimulai. Keluar dari ruang cctv saya diingatkan Reza untuk shalat dulu karena sudah maghrib. Seusai berdoa, makin bingung harus melakukan apa. Barang yang tersisa hanya handphone ini dan uang Rp1.000,00 di saku. Teman-teman yang lain memberi saran agar saya menghubungi orang tua. Dengan agak takut saya telpon Bunda. Reaksi Bunda saat mendapat kabar buruk dari saya adalah reaksi paling tidak diharapkan setiap anak. Bukannya marah, Bunda lebih banyak menghela napas dan mengucap istighfar. Terlalu sedih dan kecewa untuk marah sepertinya. Bunda juga meminta saya segera pulang karena tahu saya tidak memiliki uang sama sekali. Selanjutnya, teman-teman juga mengingatkan saya untuk memblokir kartu atm yang ada di dompet. Saya awalnya tak acuh, tapi setelah diyakinkan, akhirnya saya menghubungi call center BSM dan BNI. Dari call center BNI, saya dapat informasi ada usaha penarikan uang yang gagal karena kesalahan nomor pin. Makin yakin lah bahwa tas itu memang benar dicuri dan si pencuri brengsek itu sudah mencoba mengambil uang menggunakan kartu atm saya. Terima kasih pada Diaz yang telah mengorbankan pulsanya untuk menghubungi call center dua bank berkali-kali.
Beres semua itu, saya berencana pulang sesuai perintah Bunda. Karena tidak punya uang, saya pinjam sama yang ada di sana. Ternyata mereka sudah patungan untuk saya. Benar-benar jadi merasa merepotkan semua orang. Uang dapat, tinggal pesan travel untuk pulang. Sambil menunggu travel selanjutnya, saya lapor kehilangan ke pos polisi UI untuk dapat surat pengantar ketika nanti mengurus surat-surat yang hilang bersama dompet dan tas. Sudah dapat suratnya, saya ditemani Alvin menunggu travel sampai lebih dari satu jam. Alvin yang pendiam sebenarnya bisa diajak mengobrol banyak hal. Saking baiknya, selain menemani sampai travel datang, Alvin juga dua kali beli minuman untuk saya. Mungkin khawatir saya melakukan hal bodoh karena panik. Satu hal yang pasti, dia melakukan itu semua dengan tulus.
Di travel, saya mengucapkan terima kasih pada semua teman-teman yang telah perhatian dan membantu saya saat mengalami musibah kemarin. Di perjalanan, banyak hal yang terpikir dan tanpa sadar saya pun tertidur hingga tiba di Bandung. Perjalanan dilanjutkan dengan taksi sampai rumah. Di rumah, Bunda tidak banyak marah, malah menyiapkan kamar saya yang pagi hari itu sudah dibereskan karena saya pergi.
Sampai sekarang, rasa kesal, marah, sedih, kecewa, takut, dan malu masih campur aduk dalam hati. Kemarin, di satu sisi saya menjadi orang yang sangat sial, tapi di sisi lain si pencuri sangat beruntung. Bagaimana tidak, di dalam tas itu semuanya barang berharga. Bahkan beberapa tidak ternilai karena hadiah ataupun memiliki kenangan khusus. Tas hitam merk Exsport itu hadiah dari sepupu saya, Azka ketika saya diterima di UI. Di dalamnya, ada laptop beserta chargernya. Ada hp nokia yang baru dikasih oleh Ayah karena memang saya minta. Ada jaket oleh-oleh dari Bunda waktu beliau ke London yang bahkan baru dipakai beberapa kali dan bahkan belum pernah saya cuci. Ada dompet kulit sapi oleh-oleh Bunda dari Swedia. Uang di dalam dompet ada lebih dari 500 ribu rupiah, 11 dollar amerika, 10 euro, dan 5 dollar australia. Belum lagi KTP yang baru diambil, SIM A, KTM, dan ATM yang semuanya harus diurus ulang. Ada foto juga di dompet. Selain itu juga ada earphone baru, power bank, parfum hadiah dari Ayah, dan buku tabungan BSM dan BNI. Pokoknya, lengkap semuanya dalam tas.
Biasanya, orang akan bilang dibalik musibah pasti ada hikmahnya. Bunda bilang ini pelajaran. Pelajaran yang terlalu mahal. Sedangkan saya sendiri lebih memilih mencari hikmahnya agar bisa mengurangi perasaan menyesal dan kecewa. Sampai saat ini, yang terpikirkan sedikitnya ada tiga. Pertama, Allah benar-benar Mahakuasa. Pagi saya berangkat sebagai orang kaya, malamnya saya pulang sebagai pengemis. Allah bisa mengubah nasib hambaNya dalam sekejap mata. Kedua, hikmahnya saya dapat sahabat-sahabat baru. Team building ditambah insiden ini membuat saya kagum akan kebaikan Dean, Janet, Diaz, Reza, Naya, Swanni, Christian, dan Alvin yang beberapa baru kenal tapi sangat perhatian ketika saya terkena musibah. Saya kehilangan barang-barang, tetapi dapat sahabat baru. Ketiga, antara senang dan sedih melihat reaksi Bunda. Sebagai orang tua, Bunda pasti kecewa saat tau fasilitas yang dikasih ke anaknya tidak dijaga dengan benar, tetapi Bunda malah lebih banyak mengingatkan saya untuk waspada lain kali dan cerita-cerita daripada marah. Bahkan, Bunda tadi siang Bunda berusaha menghibur dengan memberi dompet baru. Kulit kangguru, loh! Siapa yang tidak senang dikasih hadiah seperti itu di saat sedang stress kehilangan banyak. Bunda memang yang terbaik!
Akhir kata, semoga tidak terulang pada siapapun, semoga cepat bisa ikhlas, dan diganti dengan yang lebih baik.
0 komentar: