Investasi Kebaikan
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Selamat siang atas nama Depok yang mendung dan perasaan yang sepi. Hidup memang sebuah perjalanan penuh cerita untuk dibagi. Setidaknya untuk saya.
Ide tulisan ini sebenarnya sudah ada dari beberapa bulan lalu, namun baru bisa dituangkan pada hari ini ketika saya merasa tidak ada kerjaan lagi setelah selesai kelas. Ya, 'merasa tidak ada kerjaan' berarti sebenarnya ada banyak hal yang masih perlu diselesaikan. Tapi sudah lah, saya lebih ingin menulis daripada mengerjakan hal lainnya.
Pernahkah terpikir di benak kalian terbersit pertanyaan mengapa kita harus berbuat kebaikan? Dulu saya pernah berpikir bahwa manusia pada dasarnya egois dan karenanya melakukan apapun untuk dirinya sendiri, bahkan dalam hal kebaikan. Bagaimana tidak, kita itu biasanya menolong orang agar dapat pahala, masuk surga, bukan untuk menolong orang lain. Kita menolong orang lain hanya untuk menolong diri kita dari rasa bersalah jika tidak menolong. Bagi saya sendiri cara pandang dan pikir seperti itu tidak salah. Sangat wajar manusia hanya memikirkan dirinya sendiri karena sifat itu yang membuat spesies manusia bisa bertahan hidup hingga kini. Bahkan, gagasan semacam itu menurut saya perlu diperhatikan.
Hal yang baru saya sadari adalah bahwa sesungguhnya sifat kebaikan itu sendiri mendukung sifat manusia yang selalu memikirkan dirinya sendiri. Menurut pengalaman pribadi saya, kebaikan akan selalu kembali pada mereka yang berbuat baik. Pengalaman paling umum yang pasti pernah dirasakan semua orang adalah ketika kita dibantu seseorang yang pernah kita bantu. Kebaikan dalam kasus tadi kembali secara langsung pada orang yang menyebarkannya. Sedikit lebih kompleks, pengalaman saya memberi contoh bagaimana kebaikan kembali pada orang yang melakukan kebaikan. Buyut saya misalnya, beliau banyak menyumbangkan tanah di desanya untuk keperluan jalan umum, masjid dan sekolah. Kebaikan beliau dilanjutkan kakek saya dan ayah saya yang selalu berusaha bersilaturahmi maupun membantu meskipun bukan lagi dalam bentuk wakaf tanah. Kebaikan buyut saya membuat warga desa di sana selalu menyambut baik keluarga besar kami. Di samping itu, lebih banyak lagi kebaikan yang datang pada saya berkat kedua orang tua saya. Bunda sebagai dokter sering kali membantu banyak orang, termasuk tetangga dan sering kali orang yang saya kenal. Berkat kebaikan bunda, tidak jarang saya dapat kemudahan dari orang-orang yang pernah dibantu oleh bunda. Tidak selalu dalam bentuk bantuan pada saya, tetapi bahkan keramahan terhadap saya pun sudah menjadi sesuatu yang sangat berharga. Begitu pula terjadi pada ayah saya. Orang-orang yang pernah dibantu ayah, seringkali membantu saya dalam berbagai hal. Tidak jarang saya dikejutkan dengan berbagai cerita mengenai orang tua saya dari orang-orang yang pernah mereka bantu. Ceritanya pun kadang membuat saya semakin kagum pada ayah dan bunda karena mereka ternyata sering menolong meskipun saya tahu mereka sendiri bukanlah orang kaya raya yang bisa mengeluarkan uang dengan mudahnya. Tetapi, niat membantu yang mereka miliki membuat semua itu tidak mustahil. Jika bukan harta, masih banyak cara membantu lainnya. Ketika kita menyebarkan kebaikan dan membantu orang lain, bisa jadi kebaikan akan kembali pada anak cucu kita di lain waktu, yang tentu saja membahagiakan kita nantinya, karena keturunan kita dipermudah urusannya oleh orang lain. Dari penjelasan tadi, bisa dilihat pada akhirnya kebaikan akan kembali kepada orang yang menyebarkannya.
Jika boleh meminjam teori dari ilmu fisika, kebaikan menurut saya mengikuti hukum kekekalan energi. Hukum ini berbunyi, "energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat berubah bentuk". Persis sama dengan kebaikan yang kita bahas dalam tulisan ini. Sekarang, kita ubah hukum tersebut menjadi "kebaikan tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat berubah bentuk". Saya percaya bahwa kebaikan tidak dapat diciptakan oleh manusia. Kebaikan adalah milik Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sehingga segala kebaikan sesungguhnya berasal dari-Nya. Oleh karena itu, kebaikan juga tidak dapat dimusnahkan. Namun, sesuai hukumnya, kebaikan dapat berubah bentuk. Seperti energi yang bisa berubah dari energi potensial menjadi energi mekanik kemudian berubah lagi menjadi energi listrik dan akhirnya menjadi energi cahaya dan panas. Pada kebaikan, contoh sederhananya, ketika hari ini kita berbuat baik dengan memberi makan seseorang, bisa saja keesokan harinya orang tersebut memberi minum pada kita. Bisa juga dalam bentuk lainnya seperti bantuan uang, kemudahan, keramahan, tawaran kerja, hadiah, dan bentuk kebaikan lainnya.
Dilihat lebih jauh, ada satu lagi alasan mengapa kebaikan akan selalu kembali pada kita. Kebaikan seringkali menjadi investasi bagi yang menyebarkannya. Saat kita mendapat bantuan dari orang lain, secara tidak sadar sebenarnya kita berhutang sesuatu yang sangat mahal. Ya, kita berhutang budi. Hutang budi inilah yang biasanya tidak ternilai. Orang yang berhutang budi biasanya sulit membayar hutangnya, karena nilai bantuan tersebut sulit dinilai. Pada saat kita diberi minum dalam kondisi haus, hutang budi tidak bisa dibayar dalam bentuk hanya memberi air pada orang yang memberi kita minum. Alasannya, tentu saja karena nilai air minum ketika haus berbeda dengan nilai air minum di saat tidak haus. Kemudian akhirnya, rasa hutang budi ini akan membuat kita sulit untuk tidak balik membantu orang yang pernah membantu kita.
Begitulah kawan-kawan, kebaikan sesungguhnya adalah investasi untuk diri kita sendiri di masa depan. Ingatlah gagasan ini setiap kali kita merasa sulit membantu orang lain dan berbuat kebaikan. Ingatlah bahwa saat kita banyak menolong orang lain di masa kini, kita akan banyak dibantu orang lain di masa depan ketika kita mendapat kesulitan.
Kebaikan adalah milik Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Berbangga dan berbahagialah apabila kita mampu menjadi perantara tersebarnya kebaikan tersebut.
0 komentar: