Aku Masuk ITB! Aku Bisa!

22:20 3 Comments



Pagi itu matahari agak malu-malu muncul untuk menemaniku memulai hari. “Aku Masuk ITB” muncul di layar HP diiringi getaran lemah. Pertanda hari yang kutunggu selama seminggu telah tiba. Hari ini, tanggal 4 Maret 2012, memang hanya ada satu agenda dalam daftar kegiatanku, yaitu mengikuti seminar di kampus impianku ITB.

“Pak, Aula Barat ITB di sebelah mana ya?”, tanyaku pada seorang satpam. 

“Sebelah sana Dik, yang banyak orangnya.”, jawabnya ramah. 

Segera aku berterima kaslh dan segera menuju gedung yang ditunjukkan satpam tadi. Kulirik jam tanganku, masih kurang tiga puluh derajat dari waktu seharusnya. Tiba di depan sebuah gedung yang terlihat tua namun sangat terawat, aku memandangi keadaan di sekelilingku sejenak. Beberapa mahasiswa yang memakai jas almamater (pastilah ini panitianya) terlihat sibuk. Sebagian mengatur peserta yang baru datang untuk mengisi daftar hadir, sementara yang lain terlihat sibuk mengecek dan memastikan jumlah kursi kosong yang tersisa di dalam ruangan. “Ka, saya boleh masuk?”, tanyaku pada seorang mahasiswa yang mengurus daftar tamu. “Udah tulis datanya?” jawabnya sambil balik bertanya. “Udah Ka, langsung ke dalam aja?”,kataku sedikit ragu. “Iya. Ayo silakan!”, katanya sambil menunjuk pintu gedung. Di dalam ternyata sudah ada ratusan peserta yang diatur dalam tiga bagian. Tak bisa memilih, aku duduk di barisan belakang bagian tengah. Pandanganku menyapu seisi gedung. Berharap ada teman yang kukenal. Hampir saja aku kecewa, kulihat salahsatu teman baikku di SMP duduk di bagian kiri. Kurogoh saku celanaku. Kuambil HP-ku dan segera kukirimkan pesan pada temanku itu. “Fan, bareng siapa ke sini?”. Sebentar kemudian kupilih “Luthfan” di kolom penerima lalu kukirim pesan itu. Tidak lama, HP bergetar, sebuah pesan masuk dan langsung kubuka. Bunyi pesan itu adalah “Sama Fadhil dan Edo. Pindah ke sini Man, di depan saya ada kursi kosong!”. Tanpa pikir panjang, aku pergi ke arah tempat Luthfan dan duduk di depan barisan Luthfan meski tidak tepat di depan kursinya. Jarum jam sudah tidak siku-siku lagi. Seminarpun di mulai.

Suasana Seminar

Pembawa acara naik panggung. Menyapa seluruh peserta yang hadir dan tugasnya mencairkan suasana cukup berhasil dengan mengabsen daerah asal peserta dan memberikan yel-yel “Masuk ITB, Aku bisa!”. Setelah suasana menghangat, dia mempersilakan seseorang untuk naik ke atas panggung memberi sambutan. Namanya Tizar, Presiden Keluarga Mahasiswa ITB. Dalam sambutannya, Kang Tizar berterima kasih atas kehadiran kami, peserta seminar, dan berharap kami meluruskan paradigm tentang ITB yang tidak benar. Di akhir sambutannya, terdengar sebuah kalimat yang menyentil perasaanku. “Jangan hanya ingin jadi sekedar mahasiswa ITB, tetapi jadilah mahasiswa yang membanggakan dan patut dibanggakan agar kelak ITB ini menjadi Institut Terbaik Bangsa!”. Kecil sekali rasanya diri ini mendengar kalimat itu. Bukan sekedar ditantang untuk bercita-cita bagi diri sendiri, tetapi juga ditantang untuk bercita-cita untuk orang lain juga.

Selesai sambutan, seminar mulai masuk pada intinya. Dr. Eng. Yuli Setyo Indartono sebagai Kasubdit Penjaringan Mahasiswa ITB memaparkan jalur penerimaan mahasiswa di ITB pada tahun 2012 ini. Beberapa informasi penting yang kucatat adalah bahwa tahun ini ITB menerima mahasiswa melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 100%. Artinya, meskipun diizinkan melakukan ujian mandiri, ITB hanya menerima mahasiswa melalui SNMPTN dan berarti juga bahwa Ujian Saringan Masuk ITB maupun Program Kemitraan tidak ada lagi. Sedangkan rinciannya, 60% mahasiswa diterima dari jalur SNMPTN Undangan dan sisanya, sebesar 40% diterima dari jalur SNMPTN Tertulis. Sebagai tambahan, Beliau menjelaskan aturan SNMPTN Undangan yang memiliki syarat harus konsisten pada semester 3, 4, dan 5. Hal ini menjadi penting karena sering kali ada siswa SMA yang tidak puas dengan keputusan dirinya tidak mendapat kesempatan di SNMPTN Undangan. Di luar itu semua, sisanya merupakan informasi umum yang telah sering aku dapatkan dari berbagai sumber. Tanya-jawab pada sesi ini juga ikut memperkaya informasi tentang jalur penerimaan mahasiswa. Sesi satu pun selesai.

Pak Sandro memaparkan Beasiswa di ITB

Melihat peserta mulai kehilangan antusias, pembawa acara kembali naik ke atas panggung. Mengajak kami, peserta seminar, meneriakkan yel-yel berisi motivasi dan belajar melakukan gelombang manusia, salahsatu tradisi mahasiswa ITB. Setelah dirasa siap kembali, pembawa acara menyerahkan acara pada moderator sesi kedua. Sesi kedua pun dimulai. Dr. Eng. Sandro Mihradi, Bagian Kemahasiswaan dengan bersahaja memulai sesi ini dengan meminta peserta yang merasa kuliah di ITB itu mahal mengangkat tangan. Sebagian mengangkat tangan, lalu dipersilakan turun kembali. Dengan berbekal data dari Lembaga Kemahasiswaan, Beliau memaparkan jumlah mahasiswa penerima beasiswa yang setiap tahunnya naik. Dan selanjutnya menunjukkan angka anggaran beasiswa ITB yang mencapai 117 miliar rupiah lebih pada tahun 2011. Ternyata, angka kebutuhan hidup mahasiswa ITB per bulan bisa kurang dari sejuta rupiah dengan gaya hidup sederhana. Tidak lupa juga Beliau menyampaikan program beasiswa dari pemerintah bagi siswa yang orang tuanya tergolong tidak mampu, Bidik Misi. Program ini sangat bermanfaat karena biaya hidup dan sekolah mahasiswa penerima akan ditanggung pemerintah. Semua informasi mulai dari jenis beasiswa, perusahaan atau lembaga pemberi beasiswa, hingga prosedur untuk mendapatkan beasiswa dijelaskan secara jelas dan rinci oleh Beliau. 

Tidak cukup hanya dengan penjelasan saja, panitia Aku Masuk ITB mendatangkan Kak Darmadi, salahseorang mahasiswa ITB penerima program beasiswa Bidik Misi yang sangat berprestasi sekaligus Ketua Forum Mahasiswa Penerima Beasiswa. Peraih medali emas Olimpiade Sains Nasional tahun 2009 ini baru saja kembali dari Los Angeles untuk berlomba mewakili Indonesia. Kak Darmadi bercerita bagaimana awalnya ia gagal masuk UGM dan akhirnya nekat untuk berkuliah di ITB dengan dana yang sangat minim. Setelah diterima di ITB, Kak Darmadi giat mencari informasi beasiswa dan tentu saja berusaha melamar. Bukan hanya itu, Kak Darmadi pun bekerja keras menunjukkan prestasi terbaiknya. Kini, tidak hanya cukup menghidupi dirinya dan kuliahnya, tetapi Kak Darmadi pun bisa mengirim uang kepada orang tuanya dari hasil mengajar peserta olimpiade di berbagai daerah. Menurut Pak Sandro, mahasiswa ITB yang berprestasi, tidak mungkin akan ditelantarkan. Tidak pernah ada mahasiswa ITB drop out karena tidak punya biaya. Bagi siapapun yang ingin berkuliah di ITB, yang terpenting adalah menunjukkan prestasi terbaiknya dan lolos seleksi masuk ITB. Hal ini dikarenakan ITB melihat dan menilai calon mahasiswa dari kemampuan akademik serta prestasi bukan jumlah uang yang dimilikinya. Setelah masuk ITB, mahasiswa akan dibantu semaksimalan mungkin oleh ITB melalui Lembaga Kemahasiswaan. “Pokoknya kalian masuk ITB dulu, keterima dulu. Urusan biaya biarkan kita yang bantu nanti.” Begitu kurang lebih kata Pak Sandro pada seluruh peserta seminar. Sebelum sesi ditutup, Pak Sandro kembali meminta peserta yang menganggap berkuliah di ITB itu mahal untuk mengangkat tangan. Sekarang, hanya sedikit tangan yang terlihat naik. Jadi, kuliah di ITB itu sebenarnya tidak mahal.

Panitia memberikan penghargaan kepada Pak Sandro dan Kak Darmadi

Bagian ketiga dari seminar ini, di mana panitia menghadirkan seorang teladan yang sangat sukses, bagiku adalah bagian yang paling menginspirasi. Houtman Zainal Arifin, seorang Mantan Vice President Citybank, yang memulai kariernya di perusahaan internasional itu sebagai office boy. Luar biasa! Hanya itu yang terpikirkan olehku selama Pak Houtman berbicara. Bagaimana tidak, Pak Houtman memulai sesi ini dengan meminta izin untuk memanggil kami, seluruh peserta seminar dengan sebutan “Generasi Emas Bangsa”. Alih-alih menyalahkan generasi muda sebagai biang onar, Pak Houtman memulai sesi ini dengan sebuah pujian yang luar biasa menyentuh. Membuatku dan mungkin seluruh peserta malu akan kondisi bangsa ini. Bangsa yang dideskripsikan Pak Houtman sebagai bangsa yang luar biasa kaya, dengan sumber daya alam terlengkap dalam satu tempat, sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, budaya yang luar biasa beragam, namun kehilangan salahsatu harta paling berharganya, yaitu moral dan akhlak. Lagi-lagi, Pak Houtman tidak menuduh kami atau mengatakan kami generasi yang tidak berguna, tetapi memberi contoh dan gambaran seorang anak bangsa yang berhasil mengangkat nama Indonesia di dunia internasional, dialah Soekarno. “Soekarno adalah lulusan kampus ini. Kenapa ITB tidak melahirkan satu lagi anak bangsa seperti Bung Karno. Kalian lah yang harus menjadi Bung Karno selanjutnya!”, kata Pak Houtman memotivasi kami dengan sungguh-sungguh. Ruangan Aula Barat hening setiap kali Pak Houtman memotivasi kami. Aku sangat yakin, dalam keheningan itu banyak hati yang terbakar kata-kata berharga Pak Houtman. Meskipun banyak materi penting yang ingin disampaikan, Pak Houtman tidak lupa menyisipkan candaan dan gurauan. Benar-benar berhasil menaik turunkan emosi pendengar. Ketika ditanya apa arti kegagalan, Pak Houtman dengan indahnya menjawab, “Kegagalan adalah warna yang mewarnai hidup. Semakin banyak semakin berwarna.”. Apa kunci sukses? Dengan tak kalah indah beliau mengatakan, “Ubahlah kebiasaan membenarkan kebiasaan menjadi membiasakan kebenaran.”. Dan masih banyak lagi pengalaman berharga Pak Houtman yang dibagi padaku dan seluruh peserta. Aku begitu malu, hanya memiliki cita-cita yang sangat rendah, menjadi mahasiswa ITB. Sedangkan bangsa ini butuh anak-anak yang bertekad mengubahnya menjadi lebih baik.

Keluar dari gedung Aula Barat, rasanya aku melihat dunia dengan cara yang baru. Dalam diri dan hati yang terbakar ini lahir sebuah tekad untuk menjadi anak yang berbakti pada bangsa. Bangga menjadi bangsa Indonesia karena kelak aku mampu menunjukkan prestasiku di kancah internasional. Seperti kata Pak Houtman, “Bukan dengan kata-kata bung! Kita harus lawan pandangan negatif itu dengan tindakan!”

Aku Masuk ITB berhasil mengubah doaku pada Tuhan. Kini, “Ya Allah, jadikanlah aku mahasiswa ITB” telah menjadi “Ya Allah, jadikanlah aku manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

Dan sebagai tambahan, 

Ya Allah, jika ITB adalah yang terbaik bagi hamba, tolong mudahkanlah, jika bukan, maka jadikanlah. Amin” ;-)

NB : Terima kasih untuk semua panitia Aku Masuk ITB, pembicara, dan Pak Houtman yang telah membuka wawasan saya lebih luas.

*Baca kelanjutan ceritanya di Catatan Si Mak*

Ilman Dzikri

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

3 comments: